RAJA UTARA - Hampir 4 tahun berlalu rasa pilu dan kesedihan dialami masyarakat korban penggusuran sepanjang bantaran sungai dan sempadan jalan di Toraja Utara, Jumat (29/12/2023).
Pasalnya bangunan rumah yang sudah dihuni bertahun-tahun, dengan sekejap mata saja dirubuhkan akibat dugaan melanggar peraturan yang ada, sehingga kini hanya menjadi kenangan pahit dengan harapan saat itu hingga kini dan ke depan aturan tersebut diberlakukan sama terhadap semua masyarakat.
Tapi ditengah berjalannya harapan tersebut, ternyata pengawasan, penertiban serta penindakan itu hanyalah harapan belaka.
Mengapa tidak, realita secara kasat mata terlihat tumpulnya pengawasan hingga penindakan pelanggaran perda yang tak berkutik mengeksekusi bangunan milik 'S' dan 'A' yang berdiri kokoh tanpa IMB di jalan Poros Rantepao - Makale, Eran Batu, Lembang Rinding Batu Kecamatan Kesu.
Hal ini juga diketahui jika pemilik bangunan tersebut sudah diberikan Surat Peringatan ketiga dari Dinas Satpol PP dan Damkar yang seharusnya sudah menjadi penindakan pelanggaran perda untuk segera dieksekusi. Namun hingga saat ini bangunan tersebut belum disentuh oleh aparat penegak Perda bahkan bangunan tersebut makin menjadi tempat usaha.
Pernyataan terkait SP ketiga itu disampaikan Rianto Yusuf selaku Kasatpol PP saat ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (14/11/2023), sebagaimana yang diberitakan pada media ini sebelumnya.
Dimana Kasatpol PP Toraja Utara juga menjelaskan jika kendala belum dieksekunya atau pembongkaran tersebut karena anggaran belum ada.
Kondisi inipun mengundang pertanyaan dan sorotan keras, dari masyarakat pemilik bangunan korban pembongkaran pada tahun 2019 dan awal tahun 2020 yang lalu.
Sorotan dan kritikan keras yang datangnya dari masyarakat korban penggusuran pun menuai ultimatum bagaikan BOM Waktu bagi Pemerintah Daerah yang dalam hal ini penegak Perda yang diduga ada pembiaran serta tebang pilih.
Seperti yang diungkapkan korban penggusuran tahun 2020 yang berinisial AM mengatakan jika Pemda harus tegas dan jangan tebang pilih.
"Pemda harus tegas, jangan tebang pilih. Semakin dibiarkan akan pelan-pelan orang kembali membangun dibantaran itu dan akan melukai perasaan masyarakat yang sdh digusurnya, " kata AM.
Selaku salah satu korban penggusuran di bantaran sungai, saat dikonfirmasi pada hari Kamis (28/12/2023), AM juga menyampaikan jika penegakan aturan harus sama dan seimbang.
"Tegakkanlah aturan sebagaimana mestinya diberlakukan sama, jangan aturan ditegakkan ke pada masyarakat yang tidak memiliki kekuatan ordal sementara yang punya ordal gak ditindak, " ketus AM.
AM juga membandingkan perlakuan aturan penegakan mereka dulu yang sudah 3 kali diberikan surat peringatan langsung di eksekusi.
"Kalau jadwal yang ditentukan jangan lagi ada konpensasi waktu. Kan sudah 3 kali surat peringatannya, ya dibongkar dong, sama halnya dengan kami dulu, " jelas AM.
Baca juga:
FMN : Samarinda Siapkan Diri Songsong IKN
|
Foto Bagian Belakang Bangunan yang Melanggar Bantaran Sungai dan Talud Memperkecil Badan Sungai
Senada dengan itu, MR yang juga korban penggusuran sepanjang bantaran sungai dan sempadan jalan pada tahun 2019 hingga 2020 mengatakan jika ada perbedaan perlakuan aturan bagi pelanggar pendirian bangunan maka jangan salahkan masyarakat kalau kembali menempati tempatnya yang dulu.
"Ini kan beda, sementara membangun dan dilarang karena tidak punya izin mendirikan bangunan tapi kok tidak bisa di eksekusi bangunannya. Ada apa dibalik itu Semua, " tutur MR
Beda dengan kami dulu yang sudah lama tempati bangunan, baru datang penegakan aturan perda untuk membongkar bangunan. Jadi jangan salahkan kami jika kembali menempati lahan kami dulu, tambahnya.
Untuk diketahui bahwa pondasi atau talud bagian belakang bangunan tersebut diduga keras memperkecil badan sungai.
(Widian)